ASAS-ASAS
AKHLAK
Mata Kuliah : Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu : Hj. Khusnul
Khotimah, M.Ag
Disusun Oleh :
Tegar Roli A 102312001
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2011
Dalam kehidupan sosial kita tidak akan
terlepas dengan yang namanya akhlak. Dimana akhlak itu meruapkan salah satu
bentuk yang mewujudkan suatu manusia itu sendiri, jika manusia itu berakhlak
baik, maka akan baik pula manusia itu, namun sebaiknya apabila suatu manusia
tidak memiliki akhlak yang baik maka tidak akan baik pula manusia itu.
Seseorang yang
berakhlak mulia, selalu melaksanakan kewajibannya. Dia melakukan kewajibannya
terhadap dirinya sendiri, dan sebaliknya seseorang yang berakhlak buruk, yang
biasanya di ekspresikan dengan cara melanggar norma-norma kehidupan dan
pergaulan. Pelanggaran terhadap norma yang berlaku.
B.
Pembahasan
1.
Pengertian Akhlak
Pengertian akhlak
secara etimologi yang berasal dari bahasa Arab yaitu (\ w1 ã) yang memiliki arti budi
pekeri atau etika dan moral, dimana etika itu berasal dari bahasa latin yang
berasal dari kata etos yang memiliki arti kebiasaan. Sedangkan moral juga
berasal dari bahasa Latin yang berasal
darikata mores dimana artinya yaitu kebiasaannya.
Sedangkan menurut
terminologi akhlak atau “budi pekerti” yang dimana budi pekerti itu berasal dari dua kata yaitu
budi dan pekerti yang kemudian budi itu
memiliki apa yang ada pada manusia yang berhubungan dengan kesadaran, kemudian
di dorong oleh pemikiran yang sering disebut dengan “karakter”. Pekerti ialah
apa yang dilihat oleh manusia yang didorong oleh perasaan hati. Jadi budi
pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil ratio dan rasa yang
bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia.[1]
Sedangkan istilah
akhlak menurut Ibnu Mashawarh adalah
RUoi äte äRY ã 1ü äte Ö~Q ã
Perangai itu ialah keadaan
gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan
pikiran.[2]
Ilmu akhlak
menurut H.M. Rasyidi, pada kuliah ilmu akhlak di PTAIN tahun 1955 menegaskan.
“Ilmu akhlak ialah suatu pengetahuan yang membicarakan tentang
kebiasaan-kebiasaan pada manusia, yakni budi pekeri mereka dan prinsip-prinsip
yang mereka gunakan sebagai kebiasaan”
Jadi menurut
definisi tersebut ilmu akhlak mengandung hal-hal:
a.
Menjelaskan pengertian “baik” dan “buruk”
b.
Menerangkan apa yang harus dilakukan oleh seseorang atau sebagian
manusia terhadap sebagian yang lainnya
c.
Menjelaskan tujuan yang sepatutnya dicapai oleh manusia dengan
perbuatan-perbuatan manusia itu
d.
Menerangkan jalan yang harus dilalui untuk berbuat[3]
2.
Sumber Akhlak
Yang dimaksud
dengan sumber akhlak itu adalah yang menjadi ukuran baik atau buruknya sesuatu
atau bahkan mulia dan tercela. Sedangkan menurut Islam sumber akhlak itu
meliputi Al-Qur’an dan As-Sunah bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat.
Sedangkan dalam
konsep akhlak sesuatu dinilai baik, buruk, terpuji, dan tercela semata-mata
karena Al-Qur’an dan sunnah. Contohnya kenapa sifat sabar, syukur, pemaaf,
pemurah itu dinilai baik? karena Al-Qur’an dan as sunnah menilai semuanya itu
baik, lain halnya dengan sifat pemurah, tidak bersyukur, pendendam, kikir itu
dikatakan sifat yang buruk? Tidak lain karena syara’a menilainya demikian.
Hati nurani atau
fitnah dalam bahasa Al-Qur’an memang dapat menjadi ukuran baik dan buruk karena
manusia itu diciptakan oleh Allah SWT memiliki fitnah bertauhid, karena fitrah
dinilai setiap manusia cinta pada kesucian dan cenderung pada
kebenaran-kebenaran untuk mengikuti ajaran-ajaran Tuhan, karena kebenaran itu
tidak akan bisa di dapat kecuali dengan Allah sebagai sumber kebenaran mutlak.[4]
Namun fitrah itu tidak selamanya berfungsi dengan baik karena ada pengaruh dari
luar fitrah hanyalah potensi dasar yang perlu dipelihara dan dikembangkan. Jadi
ukuran baik dan buruk tidak dapat diserahkan sepanuhnya hanya kepada hati
nurani atau fitrah manusia semata harus dikembalikan kepada penilaian syara.
Smeua keputusan syara’ tidak akan bertentangan dengan hati nurani manusia,
karena kedudukannya beraal dari sumber yang sama yaitu Allah swt.
Dari penjelasan
di atas jelaskan bagi kita bahwa ukuran yang pasti objektif dan universal untuk
menentukan baik buruk hanyalah Al-Qur’an dan sunnah, bukan yang lainnya.
3.
Akhlak Baik Sebagai Azas Kebahagian
Alam Islam telah
dijelaskan bahwa orang yang paling baik adalah manusia yang manusia yang paling
banyak mendatangkan kebaikan kepada orang lain. Pada dasarnya orang yang
berbuat baik atau berbuat jahat terhadap orang lain adalah untuk dirinya
sendiri, mengapa orang lain berbuat baik kepada kita, karena kita lebih dulu
berbuat baik kepada orang lain.
Pelajaran akhlak
bertujuan mengetahui perbedaan kepribadian manusia antara yang baik dengan yang
buruk, agar manusia dapat memegang teguh sifat-sifat yang baik dan menjauhkan
diri dari sifat-sifat yang jahat terciptalah tata tertib dalam pergaulan dalam
masyarakat dimana tidak ada sifat benci membenci.
Untik menciptakan
atau mencapai kebahagian individu dan sosial, usaha itu berawal dari diri
seseorang, bagaimana sikap atau tingkah laku dari individu sendiri. Apabila
sikap seseorang itu baik dan bertingkah laku mulia dan bagaimana individu
melakukan keajiban terhadap dirinya, individu mempunyai kewajiban terhadap diri
sendiri itu di antaranya memelihara diri dengan baik, agar diri kita mampu
berbuat baik dan menciptakan kebaikan dan keselamatan bagi masyarakat dan
bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan di tengah masyarakat.
4.
Kedudukan dan Keistimewaan Akhlak dalam Islam
Rasulullah saw
menempatkan penyempurnaan akhlak yang mulia sebagai misi pokok risalah Islam.
Ä_t~çeãrãp<Å\
w5 väi < äbikj% v#*Ræ äjm ü
Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia (HR. Baihaqi).
Akhlak merupakan
salah satu ajaran pokok agama Islam. Sehingga Rasulullah Saw pernah
mendefinisikan agama itu dengan akhlak yang baik. Diriwayatkan bahwa seorang
laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw:
_f6eãoB1
ákfA pu~fQ êãgId qA 9eãd ä^Y Èo} 9eã äi Àêã äe qA< ä}
“Ya Rasulullah, apakah agama
itu? Beliau menjawab, (agama adalah) akhlak yang baik.
Pendefinisian
agama (Islam) dengan akhlak yang baik itu sebanding dengan wuquf di ‘Arafah.
Rasulullah saw menyebutkan “Haji adalah wuquf di ‘Arafah”. Artinya tidak sah
haji seseorang apabila tidak wukuf di Arafah.
5.
Ciri-ciri Akhlak dalam Islam
a.
Akhlak Rabbani
Ajaran akhlak
dalam Islam bersumber dari wahyu ilahi yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunah.
Sedangkan di dalam Al-Qur’an terdapat kira-kira 1.500 ayat yang mengandung
ajaran akhlak baik yang tertulis maupun yang praktis. Sifat rabbani dari akhlak
itu mempunyai tujuan yaitu untuk memperoleh kebahagian di dunia dan di akhirat.[5]
Ciri rabbani juga
menegaskan bahwa akhlak dalam Islam bukanlah moral yang kondisional dan
situasional, tetapi akhlak yang benar-benar memiliki nilai yang mutlak, akhlak
rabbaniah yang mampu menghindari kekacauan nilai moralitas dalam hidup manusia.
b.
Akhlak Manusiawi
Akhlak dalam
Islam dapat memenuhi tuntuan fitrah manusia. Kebaikan jiwa manusia akan
terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlak dalam Islam. Ajaran akhlak dalam Islam
diperuntukan bagi manusia yang merindukan kebahagian secara hakiki bukanlah
kerinduan secara semu. Akhlak Islam adalah akhak yang benar-benar memelihara
eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat, sesuai dengan fitrahnya.
c.
Akhlak Universal
Ajaran akhlak
dalam Islam sesuai dengan kemanusian yang universal dan mencangkup dalam aspek
kehidupan manusia. Contoh saja Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa sepuluh macam
keburukan yang wajib dijauhi oleh setiap orang yaitu menyekutukan Allah,
durhaka kepada kedua orang tua, membunuh anak karena takut miskin, berbuat keji
baik secara terbuka maupun secara sembunyi-sembunyi, membunuh orang tanpa
alasan yang sah, makan harta anak yatim, mengurangi takaran dan timbangan,
membebani orang lain. Kewajiban melampaui kekutannya, persaksian tidak adil,
dan orang menghianati janji dengan Allah (QS Al An’am 6 : 151-152)
d.
Akhlak Keseimbangan
Manusia menurut
pandangan Islam itu memiliki dua kekuatan pada dirinya, kekuatan baik pada hati
nurani dan akalnya dan bahkan kekuatan buruk pada hawa nafsunya. Manusia
memiliki unsur ruhaniah dan jasmani yang memerlukan pelayanan masing-masing secara
seimbang. Hidup di dunia merupakan adat bagi akherat
Akhlak Islam
memenuhi tuntutan hidup bahagia di dunia dan di akherat secara seimbang pula.
e.
Akhlak Realistik
Ajaran akhlak
Islam juga memperhatikan kenyataan hidup manusia, karena manusia memiliki kelemahan-kelemahan
dan berbagai macam kebutuhan material dan spritual, dengan kelemahan-kelemahan
itulah manusia sangat mungkin melakukan kesalahan-kesalahan dan pelakanggaran.
Oleh karena itu Islam memberikan kesempatan kepada manusia yang melakukan kesalahan-kesalahan
dengan cara bertaubat. Bahkan dalam keadaan terpaksa, Islam membolehkan manusia
melakukan sesuatu yang dalam keadaan biasa tidak dibenarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Djatnika,
Rachmat, Sistem Etika Islami (Akhlak Mulia), Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996.
Ilyas,
Yunahar, Kuliah Akhlak, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset, 2000
Ibrahim
Anis, Al-Mu’jam Al-Wasith, Kairo: Dar AL Ma’arif, 1972
![]() |