Jumat, 23 November 2012

Karya Ilmiah


ASAS-ASAS AKHLAK








Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah : Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu : Hj. Khusnul Khotimah, M.Ag


Disusun Oleh :
Tegar Roli A                      102312001


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2011


A.    Pendahuluan
 Dalam kehidupan sosial kita tidak akan terlepas dengan yang namanya akhlak. Dimana akhlak itu meruapkan salah satu bentuk yang mewujudkan suatu manusia itu sendiri, jika manusia itu berakhlak baik, maka akan baik pula manusia itu, namun sebaiknya apabila suatu manusia tidak memiliki akhlak yang baik maka tidak akan baik pula manusia itu.
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia itu sangatlah penting, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat atau sosial sebab baik buruknya masyarakat atau sosial itu tergantung pada bagaimana akhlaknya. Apabila setiap individu memiliki akhlak yang baik (berakhlak), akan bahagia dan sejahtera dalam menempuh kehidupannya. Akan tetapi apabila akhlaknya buruk (tidak berakhlak), maka akan rusaklah kesejahteraan itu.
Seseorang yang berakhlak mulia, selalu melaksanakan kewajibannya. Dia melakukan kewajibannya terhadap dirinya sendiri, dan sebaliknya seseorang yang berakhlak buruk, yang biasanya di ekspresikan dengan cara melanggar norma-norma kehidupan dan pergaulan. Pelanggaran terhadap norma yang berlaku.

B.     Pembahasan
1.      Pengertian Akhlak
Pengertian akhlak secara etimologi yang berasal dari bahasa Arab yaitu (\ w1 ã) yang memiliki arti budi pekeri atau etika dan moral, dimana etika itu berasal dari bahasa latin yang berasal dari kata etos yang memiliki arti kebiasaan. Sedangkan moral juga berasal dari bahasa Latin yang  berasal darikata mores dimana artinya yaitu kebiasaannya.
Sedangkan menurut terminologi akhlak atau “budi pekerti” yang dimana  budi pekerti itu berasal dari dua kata yaitu budi dan pekerti yang kemudian  budi itu memiliki apa yang ada pada manusia yang berhubungan dengan kesadaran, kemudian di dorong oleh pemikiran yang sering disebut dengan “karakter”. Pekerti ialah apa yang dilihat oleh manusia yang didorong oleh perasaan hati. Jadi budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil ratio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia.[1]
Sedangkan istilah akhlak menurut Ibnu Mashawarh adalah
RUoi äte äRY ã 1ü äte Ö~Q ã
Perangai itu ialah keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran.[2]
Ilmu akhlak menurut H.M. Rasyidi, pada kuliah ilmu akhlak di PTAIN tahun 1955 menegaskan. “Ilmu akhlak ialah suatu pengetahuan yang membicarakan tentang kebiasaan-kebiasaan pada manusia, yakni budi pekeri mereka dan prinsip-prinsip yang mereka gunakan sebagai kebiasaan”
Jadi menurut definisi tersebut ilmu akhlak mengandung hal-hal:
a.       Menjelaskan pengertian “baik” dan “buruk”
b.      Menerangkan apa yang harus dilakukan oleh seseorang atau sebagian manusia terhadap sebagian yang lainnya
c.       Menjelaskan tujuan yang sepatutnya dicapai oleh manusia dengan perbuatan-perbuatan manusia itu
d.      Menerangkan jalan yang harus dilalui untuk berbuat[3]
2.      Sumber Akhlak
Yang dimaksud dengan sumber akhlak itu adalah yang menjadi ukuran baik atau buruknya sesuatu atau bahkan mulia dan tercela. Sedangkan menurut Islam sumber akhlak itu meliputi Al-Qur’an dan As-Sunah bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat.
Sedangkan dalam konsep akhlak sesuatu dinilai baik, buruk, terpuji, dan tercela semata-mata karena Al-Qur’an dan sunnah. Contohnya kenapa sifat sabar, syukur, pemaaf, pemurah itu dinilai baik? karena Al-Qur’an dan as sunnah menilai semuanya itu baik, lain halnya dengan sifat pemurah, tidak bersyukur, pendendam, kikir itu dikatakan sifat yang buruk? Tidak lain karena syara’a menilainya demikian.
Hati nurani atau fitnah dalam bahasa Al-Qur’an memang dapat menjadi ukuran baik dan buruk karena manusia itu diciptakan oleh Allah SWT memiliki fitnah bertauhid, karena fitrah dinilai setiap manusia cinta pada kesucian dan cenderung pada kebenaran-kebenaran untuk mengikuti ajaran-ajaran Tuhan, karena kebenaran itu tidak akan bisa di dapat kecuali dengan Allah sebagai sumber kebenaran mutlak.[4] Namun fitrah itu tidak selamanya berfungsi dengan baik karena ada pengaruh dari luar fitrah hanyalah potensi dasar yang perlu dipelihara dan dikembangkan. Jadi ukuran baik dan buruk tidak dapat diserahkan sepanuhnya hanya kepada hati nurani atau fitrah manusia semata harus dikembalikan kepada penilaian syara. Smeua keputusan syara’ tidak akan bertentangan dengan hati nurani manusia, karena kedudukannya beraal dari sumber yang sama yaitu Allah swt.
Dari penjelasan di atas jelaskan bagi kita bahwa ukuran yang pasti objektif dan universal untuk menentukan baik buruk hanyalah Al-Qur’an dan sunnah, bukan yang lainnya.
3.      Akhlak Baik Sebagai Azas Kebahagian
Alam Islam telah dijelaskan bahwa orang yang paling baik adalah manusia yang manusia yang paling banyak mendatangkan kebaikan kepada orang lain. Pada dasarnya orang yang berbuat baik atau berbuat jahat terhadap orang lain adalah untuk dirinya sendiri, mengapa orang lain berbuat baik kepada kita, karena kita lebih dulu berbuat baik kepada orang lain.
Pelajaran akhlak bertujuan mengetahui perbedaan kepribadian manusia antara yang baik dengan yang buruk, agar manusia dapat memegang teguh sifat-sifat yang baik dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang jahat terciptalah tata tertib dalam pergaulan dalam masyarakat dimana tidak ada sifat benci membenci.
Untik menciptakan atau mencapai kebahagian individu dan sosial, usaha itu berawal dari diri seseorang, bagaimana sikap atau tingkah laku dari individu sendiri. Apabila sikap seseorang itu baik dan bertingkah laku mulia dan bagaimana individu melakukan keajiban terhadap dirinya, individu mempunyai kewajiban terhadap diri sendiri itu di antaranya memelihara diri dengan baik, agar diri kita mampu berbuat baik dan menciptakan kebaikan dan keselamatan bagi masyarakat dan bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan di tengah masyarakat.
4.      Kedudukan dan Keistimewaan Akhlak dalam Islam
Rasulullah saw menempatkan penyempurnaan akhlak yang mulia sebagai misi pokok risalah Islam.
Ä_t~çeãrãp<Å\ w5 väi < äbikj% v#*Ræ äjm ü
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (HR. Baihaqi).
Akhlak merupakan salah satu ajaran pokok agama Islam. Sehingga Rasulullah Saw pernah mendefinisikan agama itu dengan akhlak yang baik. Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw:
_f6eãoB1 ákfA pu~fQ êãgId qA 9eãd ä^Y Èo} 9eã äi Àêã äe qA< ä}
“Ya Rasulullah, apakah agama itu? Beliau menjawab, (agama adalah) akhlak yang baik.
Pendefinisian agama (Islam) dengan akhlak yang baik itu sebanding dengan wuquf di ‘Arafah. Rasulullah saw menyebutkan “Haji adalah wuquf di ‘Arafah”. Artinya tidak sah haji seseorang apabila tidak wukuf di Arafah.
5.      Ciri-ciri Akhlak dalam Islam
a.       Akhlak Rabbani
Ajaran akhlak dalam Islam bersumber dari wahyu ilahi yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunah. Sedangkan di dalam Al-Qur’an terdapat kira-kira 1.500 ayat yang mengandung ajaran akhlak baik yang tertulis maupun yang praktis. Sifat rabbani dari akhlak itu mempunyai tujuan yaitu untuk memperoleh kebahagian di dunia dan di akhirat.[5]
Ciri rabbani juga menegaskan bahwa akhlak dalam Islam bukanlah moral yang kondisional dan situasional, tetapi akhlak yang benar-benar memiliki nilai yang mutlak, akhlak rabbaniah yang mampu menghindari kekacauan nilai moralitas dalam hidup manusia.
b.      Akhlak Manusiawi
Akhlak dalam Islam dapat memenuhi tuntuan fitrah manusia. Kebaikan jiwa manusia akan terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlak dalam Islam. Ajaran akhlak dalam Islam diperuntukan bagi manusia yang merindukan kebahagian secara hakiki bukanlah kerinduan secara semu. Akhlak Islam adalah akhak yang benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat, sesuai dengan fitrahnya.
c.       Akhlak Universal
Ajaran akhlak dalam Islam sesuai dengan kemanusian yang universal dan mencangkup dalam aspek kehidupan manusia. Contoh saja Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa sepuluh macam keburukan yang wajib dijauhi oleh setiap orang yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh anak karena takut miskin, berbuat keji baik secara terbuka maupun secara sembunyi-sembunyi, membunuh orang tanpa alasan yang sah, makan harta anak yatim, mengurangi takaran dan timbangan, membebani orang lain. Kewajiban melampaui kekutannya, persaksian tidak adil, dan orang menghianati janji dengan Allah (QS Al An’am 6 : 151-152)
d.      Akhlak Keseimbangan
Manusia menurut pandangan Islam itu memiliki dua kekuatan pada dirinya, kekuatan baik pada hati nurani dan akalnya dan bahkan kekuatan buruk pada hawa nafsunya. Manusia memiliki unsur ruhaniah dan jasmani yang memerlukan pelayanan masing-masing secara seimbang. Hidup di dunia merupakan adat bagi akherat
Akhlak Islam memenuhi tuntutan hidup bahagia di dunia dan di akherat secara seimbang pula.
e.       Akhlak Realistik
Ajaran akhlak Islam juga memperhatikan kenyataan hidup manusia, karena manusia memiliki kelemahan-kelemahan dan berbagai macam kebutuhan material dan spritual, dengan kelemahan-kelemahan itulah manusia sangat mungkin melakukan kesalahan-kesalahan dan pelakanggaran. Oleh karena itu Islam memberikan kesempatan kepada manusia yang melakukan kesalahan-kesalahan dengan cara bertaubat. Bahkan dalam keadaan terpaksa, Islam membolehkan manusia melakukan sesuatu yang dalam keadaan biasa tidak dibenarkan.


DAFTAR PUSTAKA

Djatnika, Rachmat, Sistem Etika Islami (Akhlak Mulia), Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996.

Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2000

Ibrahim Anis, Al-Mu’jam Al-Wasith, Kairo: Dar AL Ma’arif, 1972


 


[1] Dr. H. Rachmat Djatnika, Sistem Etika Islami, hal. 26
[2] Ibnu Maskawah, Tadzibul-Akhlak wa fathhirul a’raq
[3] Dr. H. Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islami, hal. 30
[4] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, hal. 473-475
[5] Drs. H. Yunahar Ilyas. Lc, M.A, Kuliah Akhlaq, hal. 12.

Selasa, 27 Maret 2012

Pengikut